Monday, February 29, 2016

Karya Ilimah Peluang Bisnis #3 - Peluang Bisnis Dalam Dunia Animasi di Indonesia

Karya Ilmiah Oleh : Bayu Rahmawan
Mahasiswa S1 Sistem Informasi Stmik Amikom Yogyakarta

Battle Of Surabaya The Movie
ABSTRAK
Kondisi Industri animasi di Indonesia pada saat ini, sungguh memprihatinkan, paahal sebenarnya produksi animasi para animator - animator indonesia sudah lumayan banyak dan juga beragam, tetapi kondisi ini diperparah karena murahnya harga beli oleh televisi nasional, sehingga para animator lebih memilih menjual hasil produksinya keluar negeri.
Di Indonesia animasi belum terrealisasi secara sempurna, bahkan animasi seperti halnya film kartun yang ditayangkan di televisi Nasional di dominasi oleh film-film kartun asing.
Sebenarnya peluang bisnis di Indonesia sangatlah besar, karena animasi bukan hanya dipakai dalam film kartun saja, melainkan bisa juga dipakai dalam iklan, ataupun dalam pembuatan film untuk trik yang tidak bisa diperankan oleh manusia pada umumnya, agar film lebih menarik.
 ISI

Dalam dua tahun terakhir, industri animasi dalam negeri belum berkembang secara maksimal. Meskipun karya animasi sudah layak tampil di layar kaca untuk keperluan iklan komersial atau memenuhi kebutuhan trik dalam film "live" yang tidak bisa diperagakan para pemain film.

Hasil karya animasi juga belum dikemas dalam bentuk industri, karena pemilik produksi masih menempatkan animator sebagai tenaga kerja outsourching saja. Padahal pertumbuhan televisi swasta nasional dan berkembangnya pemirsa televisi harusnya dapat meningkatkan karya animasi lokal.

Kenyataanya hampir seluruh film animasi yang ditayangkan mayoritas masih buatan asing. Selain keperluan televisi, keterampilan membuat animasi dibutuhkan juga untuk mencipta permainan (game), baik "game on line" (biasanya berjenjang tingkat kesulitannya dan berkesinambungan dan embuat kecanduan pemainnya), maupun "arcade" (permainan pendek dan cepat). Karya ini justru diminati oleh masyarakat luas, bisa sebagai hiburan atau mendatangkan uang. Karya animasi lokal yang belum maksimal bagi animator disebabkan tidak adanya dukungan dari pemangku kepentingan pada film animasi nasional yang menjauhkan mimpi animator untuk memperoleh keuntungan yang besar.

Karya animasi yang belum maksimal ini, perlu dicermati akar permasalahannya. Tidak bisa menyalahkan para penggunanya, misalnya kestasiun televisi. Beberapa faktor yang menghambat, antara lain:

  • pertama creative engine, untuk motivasi berkarya tidak semata-mata hanya karena ada pesanan atau jika dibayar. Melainkan motivasi dalam melahirkan karya akan kecintaanya terhadap rofesinya.
  • kedua, soft competition, seperti kerja tim dan penggunaan bahasa. Ini penting agar industri tidak terpecah belah dan mudah melepaskan diri dari kelompok untuk membentuk studio baru.
  • ketiga, packaging, pemasaran, dan distribusi. Banyak produk animasi tidak terjual sehingga tidak mendapatkan pemasukan dari menawarkan karya itu ke media elektronik.
 Melihat faktor-faktor tersebut tampak industri animasi nasional belum terstruktur dengan baik. Sehingga daya tahan hidup kelompok industri asnimasi hanya sementara saja. Artinya, profesi animator hanya disandang ketika menegerjakan pesanan animasi. Setelah proyek selesai, profesinya berganti sebagai pedagang, pramuniaga, atau profesi lainnya, sambil menunggu panggilan kerja di instansi swasta atau pemerintahan. kondisi ini, Jika dikaitkan dengan besarnya biaya produksi yang menghabiskan minimal Rp.400 jt per 13 episode (1 blok) dapat embuat bangkrut keuangan para animator. Bahkan, sedikit sekali animator yang mampu membangun animasi sebagai industri kreatif meskipun hasilnya bisa mencapa miliaran rupioah perfilm.

Kemandirian produksinya yang belum terjadi pada film animasi lokal, menjadikan profesi animator belum dpercaya sebagai media berekspresi sekaligus sebagai profesi.
Bahkan kalangan perbankan pun belum percaya pada industri ini maupun menggerakkan kelompok industri lain. Karena itu, para animator lebih suka bekerja sendiri supaya tidak terjadi resiko kesalahan kepada orang lin. Akibatnya mereka bertindak sebagai aktor sekaligus penulis cerita, penulis skrip, sutradara, editor, pengisi musik, dialog, dan sederet pekerjaan kreatif lainnya.

Mencipta karya juga perlu dukungan teknologi memadai. Tak banyak animator mampu memiliki teknologi maju karena membutuhkan investasi yang besar. Sebab teknologi yang mumpuni dapat menekan biaya produksi animasi. Itu sebabnya sistem produksi yang dibangun tidak terjadi, bahkan animator lain dianggap sebagai kompetitor.

REFERENSI

-Dikutip dari: Artikel di Blog "My Knowledge": Judul : "Bangkitkan Animasi Lokal" (Peluang Bisnis Animasi di Indonesia), Oleh: andriv, Diterbitkan: 6 febuari 2010.
-https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Battle_of_Surabaya.jpeg&filetimestamp=20140511071530&